Lord Robert Stephenson Smith
Baden Powell Of Gilwell, lahir di London bukanlah seorang keturunan
bangsawan. Beliau di angkat menjadi Lord, karena jasanya dalam Kepanduan.
Beliau adalah cucu dari Robert stephenson, seorang engenieur yang menemukan
Lokomotip.
Pada usia enam tahun ayahnya
meninggal dunia, sehingga beliau diasuh hanya oleh ibu dan kakaknya. Mereka
enam bersaudara, lima laki-laki dan satu perempuan. Kakaknya yang
tertua Warrington telah mengajar mereka menjadi anak laki-laki pemberani.
“Seorang anank laki-laki harus sehat dan kuat” kata Warrington “karena itu anak
laki-laki harus menyukai olahraga, dan olahraga yang paling murah adalah
berenang di sungai”.
Ibu
Baden Powell memang sangat sayang pada anak-anaknya. Ia selalu memperhatikan
mereka dengan seksama dan penuh tanggung jawab. Tetapi rasa sayang kepada
anak-anak tidak untuk membuat mereka manja dan penakut. Harapan ibu baden
powell memang bukan harapan hampa. Anak-anak tumbuh dengan kepribadian yang
menarik. Bahkan didalam beberapa hal mereka menunjukkan beberapa
kelebihan. Terutama Stehepen (nama kecil LordBaden Powell), yang mempunyai
kelebihan dalam kesenian. Ia dapat menyanyi dengan baik dan bermain
sandiwara. Yang paling mengagumkan adalah, ia dapat menggambar dengan tangan
kiri dengan tangan kanan dengan sama baiknya.
“Stephenson memang bocah
luar biasa,” kata gurunya.” Mungkin kelak akan jadi pelukis yang ternama. Atau
akan menjadi seorang pelukis besar.” Tapi ternyata dugaan gurunya tidak
benar seluruhnya, sebab Stephen sendiri hanya mempunyai cita-cita sederhana
sekali. “ saya hanya ingin menjadi manusia yang berguna,” kata Stephen pada
ibunya. “ Paling sedikit berguna bagi hidup saya sendiri. Itu saja…….”.
***
Tamat pada
Charter House School, Baden Powell tidak melanjutkan pelajarannya
keperguruan tinggi sebagaimana yang dilakukan saudara-saudaranya yang lain. Ia
memilih sekolah militer Sandhurst, tampaknya bidang militer tempat yang cocok
baginya, karena dengan masuk militer, merupakan jembatan yang memungkinkan
ia dapat mengelilingi dunia. Apa yang diharapkan Baden Powell tampaknya
mulai terlaksana, sebab ketika ia telah selesai menamatkan pendidikannya tugas
baru telah menantinya.
Pada
saat bertugas di militer ia sangat dikenal dikalangan penduduk karena
keterampilan dan kecekatannya, seperti halnya diwilayah ashanti penduduk
menjulukinya sebagai “Impessa” atau serigala yang tak pernah tidur, karena
Baden Powell selalu dalam keadaan sedia setiap saat,”bersiap-siaplah
selalu”kata Baden Powell yang kemudian menjadi “semboyan pandu”.
Pada
tahun 1896 Baden Powell dikirim kembali ke Afrika Selatan ke daerah Bechuana,
mengusir serbuan suku Matabele. Disana Baden Powell mulai mengatur rencana
penyerbuan untuk menduduki kota Mafeking, karena siapa berhasil menduduki
Mafeking, maka dialah yang akan berkuasa penuh di Afrika Selatan. Setelah
berhasil menduduki Mafeking, Baden Powell dan pasukannya berjuang mati-matian
untukmempertahankannya, sampai akhirnya bantuan yang diharapkan
datang.peristiwa itu disebut “Pengepungan kota Mafeking” Dan Baden Powell
berhasil memimpin anak buahnya dengan gemilang. setelah ia pulang kembali ke
Inggris, ia mendapat sambutan hangat dan dianggap pahlawan.
Sejak
berada kembali di Inggris, Baden Powell menyadari akan sesuatu “panggilan
“ dari dasar hatinya . ia mengingat kembali pada buku catatan yang ditulisnya
ketika ia masih berusia delapan tahun.“Saya telah melihat anak-anak lain tidak
pernah bergembira dan bahagia, pada saat saya sendiri bahagia dan gembira, saya
ingin membuat mereka bergembira dan bahagia, hanya sayang saya tidak tahu
bagaimana caranya untuk itu.” Dan sekarang Baden Powell tahu caranya, dia lalu
segera berbuat sesuatu. Pendidikan kepanduan bukan saja dapat membuat
anak-anak menjadi gembira dan bahagia, tetapi juga dapat membuat mereka
mengetahui kewajiban-kewajiban sebagai warga negara yang baik.
HARI-HARI TERAKHIR DI KETENANGAN ALAM
Pada tahun 1910 Baden Powell mengundurkan diri dari ketentaraan..
Pangkatnya yang terakhir adalah Letnan Jenderal. Selanjutnya ia mencurahkan
kehidupannya untuk dunia kepanduan. Ialah dunia tempat ia dapat
mencurahkan seluruh tenaganya untuk mendidik anak-anak menjadi warga dunia yang
utama. Pada
tahun 1912 Baden Powell bertemu dengan Olave St. Clair Soames, seorang wanita
sederhana dan penuh semangat. Mereka kemudian menikah pada tanggal 20 Oktober
1912. Dan dikaruniai seorang anak laki-laki dan dua anak perempuan. Yaitu Peter
(1913), Heater (1915) dan Betty (1917).
Pada jamboree (pertemuan besar pandu sedunia) yang pertama
diadakan di London 1920, berkumpullah pandu sedunia. Semua utusan menunjuk
Baden Powell sebagai “Bapak pandu sedunia”. Atas jasa-jasa dalam
kepanduan, Raja George menganugrahkan gelar bangsawan yang lebih agung bagi
Baden powell. Pada tahun 1929 namanya menjadi Lord Baden Powell of Gilwell.
Akan tetapi para pandu tetap menyebutnya sebagai “B.P.” singkatan dari nama
Baden Powell.
Ketika Baden Powell mencapai umur 80 tahun, kesehatannya mulai menurun, tepi
semangatnya tetap tinggi. Dia berpesan sangat ingin melihat Afrika lagi.
Bersama keluarga Baden Powell berangkat ke Afrika. Disebut tempat yang indah,
tenang, nyaman dan tentram di Nyeri, Apa yang diinginkan Baden Powell
memang kesampaian, yaitu ingin mati di tempat yang tenang dan tenteram, pada
tanggal 8 Januari 1941 ia meninggal dunia dengan penuh damai dalam hatinya.
Tubuhnya terbaring di tengah kicau burung yang berloncatan dari dahan ke dahan,
seakan-akan mengucapkan selamat jalan pada Baden Powell.
“Ia
kini telah tiada, tetapi benih kepanduan yang ditaburkannya telah tersebar
keseluruh pelosok dunia”
HAPPY BADEN POWELL DAY para pandu
sedunia ;)
(22 feb 1857 - 8 jan 1941)